Né’-Kéné’ Cabbhi Lété’: Mengenal Sastra Lisan Madura
Dalam khasanah sastra Madura, sastra lisan jauh lebih tua dibandingkan sastra tulis. Sastra lisan dituturkan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi bahkan sebelum masyarakatnya mengenal baca-tulis. Tidak ada catatan otentik yang menyebut kapan sastra Madura mulai berkembang. Namun, jika merujuk pada buku Sastra Madura Modern: Cerkan dan Puisi (1981), periode pertama sastra madura lama – sampai pada tahun 1920, kesusastraan Madura sudah banyak dituturkan dan dituliskan. Bahkan penyair Zawawi Imron menyebut sastra lama kebanyakan berupa sastra lisan yang cukup diingat, kemudian dialihkan dari mulut ke mulut. Cerita lisan kala itu banyak menyadur dari kisah-kisah dalam Babat Madura, Sastra Jawa, peribahasa Melayu atau karangan bebas dari lingkungan sekitar.
Beberapa sastra lisan Madura: dhungéng, perébhâsan, bhâbhâsan, saloka, bhângsalan, paparéghân, sendhilan, lok-olok, mamaca, dan syi’ir. Masing-masing memiliki makna dan tujuan yang berbeda. Sastra lisan dapat dituturkan oleh satu penutur tunggal, berkelompok, tanpa diiringi kesenian ataupun bersamaan kesenian. Salah satu karya sastra lisan yang paling sering dituturkan dalam kehidupan sehari-hari adalah parébhâsan.
Parébhâsan adalah peribahasa yang berisi makna tersirat melalui kiasan atau perumpaan. Parébhâsan berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau tingkah laku. Seperti contoh Né’-kéné’ cabbhi lété’. Peribahasa jenis ini juga dikenal sebagai pengalem atau pujian yang diungkapkan dengan mengiaskan keindahan pada bentuk anggota tubuh, sifat dan sikap manusia. Biasanya dilontarkan sebagai ungkapan kekaguman pada objek yang dilihat.
Né’-kéné’ cabbhi lété’ dengan pemilihan diksi cabbhi lété’ (cabe rawit) dan kéné’ (kecil) mengiaskan kemampuan seseorang yang unik, kuat dan punya nilai. Meskipun terkadang berbanding terbalik dengan bentuk tubuhnya yang kecil. Selain pada parébhâsan, bahasa kiasan cabai juga digunakan dalam saloka. Saloka adalah kata-kata yang berisi petuah-petuah bijak, dan penuh makna. Saloka dituturkan dalam banyak acara ataupun melalui tulisan-tulisan sastra Madura. Para penuturnya meyakini, petuah-petuah bijak ini berisikan kebenaran karena banyak dibuktikan.
Contoh Saloka: Namen cabbhi molong cabbhi: jhubâ’na oréng gumantong dâri lakona dhibi’ (Menanam cabai menuai cabai; keburukan orang tergantung dari tingkah lakunya sendiri)
Kiasan Cabbhi Lété’ juga juga muncul dalam nyanyian pada permainan tradisional anak-anak. Biasanya permainan ini dimainkan oleh sekelompok anak. Anak-anak berdiri sejajar, saling bergandengan tangan sembari bernyanyi. Ketika larik lagu hampir berakhir, saling mendahului duduk berjongkok. Dia yang tercepat duduk jongkok adalah pemenangnya.
Té’-kanté’ cabbhi lété’, Nemmo sello’ élang pole, Ketapa’ toju’ néngkong pole