Penantian itu Berbayar Tangis Haru dan Janin Mungil di Rahimku
Ketika hal-hal yang aku harapkan tak terjadi sebagaimana mestinya, aku kerap bertanya, kenapa hanya aku yang mengalaminya? Kenapa aku harus berusaha lebih dibandingkan orang lain? Kenapa aku? Kapan janin mungil itu akan hadir di rahimku?
Setahun pernikahan kami, tak ada yang kurang dari kebersamaan yang kami miliki. Suami selalu ada dan memenuhi semua kebutuhanku. Dia tembok paling kokoh ketika pertanyaan tentang anak menyerbuku. Sekaligus yang membuatku merasa cukup ada dirinya, jika pun aku memang belum dipercayai memiliki anak. Ia tak pernah membuatku merasa kurang sebagai perempuan dan istri.
Namun tetap saja perasaan itu selalu muncul, entah dari pertanyaan-pertanyaan orang ataupun dari diriku sendiri. Tiap kali bertemu orang, hal pertama yang akan ditanya tak lepas dari pertanyaan, sudah isi belum? Lalu memberikan saran semisal harus dipijat agar rahimnya bisa dibuahi, minum jamu ini dan itu, dan lainnya. Sejujurnya pertanyaan dan saran yang tak diminta itu justru membuatku semakin merasa kurang dan ada yang salah dengan diriku.
Depresi? Ya, aku mulai malas bertemu dengan orang, terlebih mereka yang menuntut aku segera hamil. Aku ketus tiap kali ditanya soal kehamilan. Aku batasi dan sembunyikan semua postingan dan status media sosial temanku yang memiliki anak. Bukan karena aku membenci mereka atau iri. Aku hanya ingin mengurangi rasa sedih dan tidak percaya diriku tiap kali melihatnya.
Ada apa denganku? Dengan tubuhku?
Hal pertama yang perlu aku sadari adalah siklus menstruasiku yang tak teratur. Gangguan hormon ini aku idap jauh sebelum menikah. Dulu sempat konsultasi ke dokter kandungan dan melakukan USG. Hasilnya hanya gangguan hormon biasa dan rahim dinyatakan sehat tanpa ada penyakit. Gangguan hormon semacam ini memang harus segera ditangani karena bisa jadi salah satu penghambat telat hamil. Bukan tidak bisa hamil.
Setelah menikah, aku kembali konsultasi dengan dokter kandungan. Hasilnya juga sama, gangguan hormon dan tak ada penyakit di rahim. Dokter meresepkan obat pelancar haid. Namun tidak terlalu berpengaruh juga. Aku baca beberapa artikel tentang mengatasi gangguan hormon agar bisa hamil. Kesimpulan yang aku dapat, hitung masa subur setelah hari pertama menstruasi terakhir. Masalahnya, menstruasi tidak selalu tepat waktu. Bagaimana cara menghitungnya? Aku ambil rata-rata saja dan aku setel waktunya di aplikasi Mi Band agar bisa diingatkan. Selain upaya itu, upaya lain juga aku coba. Namun belum juga membuahkan hasil. Testpack masih saja satu garis.
Mungkin sudah waktunya untuk pasrah, benar-benar pasrah pada yang punya kehendak
Pada suatu waktu, aku merasa sudah melakukan apa yang aku bisa. Suami seperti biasa, selalu bilang akan dikasih jika waktunya. Aku juga tahu itu, tetapi keinginan yang terlalu kuat itu kadang menyiksa diri. Ketika semua tak membuahkan hasil, pikir singkatku kala itu, yaudahlah. Aku menyerah. Mungkin aku perlu belajar pelan-pelan sebelum diberi ksempatan besar itu.
Penghujung Januari 2021, awal mula kami melewati serentetan kejadian yang menguji fisik dan pikiran kami. Dimulai dari demam tinggi yang mendera suamiku. Pagi di hari minggu kami sempat berkeliling dari Lawang, Singosari hingga Kota Malang mencari gudang baru untuk kepindahan kantor suami. Saat mencari itulah kami berdua diguyur hujan deras sampai pulang kembali ke Pasuruan. Tak tahunya suamiku malah demam tinggi, beberapa obat dan kompres tak ampuh. Hingga tengah malam, aku terus terjaga karena demamnya sudah parah. Khawatir, aku memaksanya untuk ke masuk IGD di Klinik Al Aziz.
Setelah ditangani dokter, suamiku dirawat inap untuk mendapatkan pengecekan tambahan. Harap cemas menunggu hasil test lab. Alhamdulillah hasilnya tidak mengkhawatirkan, hanya gejala tipes dan negatif covid-19. Ia pun berangsur pulih dan sudah bisa pulang satu hari setelahnya. Beberapa hari kemudian, aku pun mulai tidak enak badan. Pikirku saat itu karena capek fisik dan kurang tidur. Aku merasa mual, keputihan lebih banyak dari biasanya, dan terasa aneh dengan tubuhku. Gejala apa ini?
Sabtu pagi, 30 Januari 2021 aku iseng testpack urin. Sepersekian detik ketika hasilnya nampak, dua garis, aku menangis sesenggukan di kamar mandi. Benarkah ini? Aku coba pakai testpack yang baru untuk memastikan, hasilnya sama, dua garis. Subhanallah, alhamdulillah. Ku beritahu suami, pun sama denganku, bahagianya membuatku jauh lebih bahagia. Kalimat syukur tak lepas dari mulut kami. Alhamdulillah, penantian itu terbayar dengan hadirnya janin mungil di rahimku.