wastra indonesia
Cerita Embuk

Ageman, Brand Lokal Yang Ingin Lestarikan Wastra Indonesia

Wastra dalam bahasa Sansekerta yang berarti sehelai kain yang dibuat secara tradisional merupakan kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Dalam sehelai wastra, tersimpan makna dan cerita tentang kebudayaan nusantara. Wastra Nusantara dapat dikatakan sebagai kain tradisional Indonesia dengan motif yang sarat makna. Kekayaan budaya Indonesia melahirkan beragam jenis wastra yang berbeda-beda dan unik di tiap daerah.

Pesatnya  industri fashion di Indonesia belakangan ini, memunculkan sejumlah nama perancang muda dengan merek dan koleksi busana andalan mereka. Beberapa di antaranya ada yang konsisten dengan tren fashion yang sudah ada, tetapi adapula yang mengusung konsep tradisional khas Indonesia. Ageman (diucapkan ‘a-ge-man’, bukan ‘Eij-maen’) salah satunya. Merek lokal Indonesia yang digawangi oleh Clarasia Kiky Anggraeni dan Feby Bramandewi ini hadir dengan menggabungkan konsep tradisional dan modern yang bisa dikenakan untuk acara formal maupun informal.

“Awalnya kami mendirikan brand ini karena passion tetapi kemudian kami melihat akan kebutuhan untuk terus mengkampanyekan bahwa menggunakan kain tradisonal Indonesia itu adalah bentuk identitas. Jadi Ageman adalah sebuah usaha kami untuk melestarikan kain tradisional Indonesia dalam bentuk nyata.” Tutur Clarasia Kiky Anggraeni, ketika ditemui dalam sebuah acara.

wastra indonesia

Tumbuh di lingkungan keluarga Jawa melatar belakangi penamaan merek busana mereka. Dimana arti dari Ageman dalam bahasa jawa adalah pakaian. Meskipun kata ‘Ageman’ berarti pakaian dalam bahasa Jawa, koleksi busana Ageman mencakup hampir semua kain tradisional di Indonesia.

“Pada dasarnya nilai utama kami adalah ingin mempertahankan dan menghargai kain nusantara sebagaimana semestinya. Kita ingin mengenalkan kain tradisional kepada semua orang karena selama ini banyak menganggap kain nusantara hanya konsumsi kelas atas atau yang berpendidikan tinggi. Padahal seharusnya kain nusantara itu bisa dinikmati oleh semua lapisan karena itu adalah budaya negeri ini.” ungkap Febi Bramandawi. Oleh karena itu, lanjutnya, Ageman menekankan pentingnya kualitas kain tradisional dalam koleksinya. Untuk mendapatkan kain yang asli, Ageman pun bekerjasama dengan pengrajin lokal yang masih menggunakan cara tradisional dalam pembuatannya.

“Ciri khas dari Ageman adalah menggunakan kain tradisional yang asli bukan print. Selain itu ada surprise dan twist di setiap desainnya.” tambahnya. Feby mencontohkan, dikoleksi terbarunya Ageman mengeluarkan busana dari kain poleng. Kain tenun bali dengan motif (kotak-kotak hitam-putih) khasnya itu digabungkan dengan kain katun merah polos. Selain unik dan menjadi ciri khas Ageman, koleksi ini pun memiliki makna Tridatu dalam kebudayaan Bali. Ciri khas inilah yang menjadi modal Ageman bersaing dalam industry fashion yang terus berkembang, salah satunya dalam menghadapi pasar bebas Asean.

“Menghadapi pasar bebas asean membuat kami terus belajar dari Negara-negara lain di Asean, khususnya dalam wastra (kain tradisional). Kain-kain tradisonal Myanmar, Vietnam, Thailand dan lainnya pun berusaha untuk lebih dikenal masyarakat yang lebih luas. Namun adanya hal itu justru membuat kami ingin memperkenalkan Ageman pada pasar yang lebih luas.” Tegas kiki optimis.


Dokumentasi perjalanan penulis pada tahun 2016

Seorang Perempuan, Istri dan Ibu Purnawaktu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!