buku sambatan
Mâca,  Novel/lainnya

Review Buku Sambatan: Jurnal Foto dan Cerita Warga Dusun Pringamba, Gunungkidul

Desa dan hal-hal yang berkaitan dengannya kerap kali dianggap sebagai sesuatu yang udik. Tertinggal jauh dan tidak mudah beradaptasi dengan perubahan. Apalagi dengan perbedaan akses teknologi dan informasi, desa yang tidak (mau) berubah seolah-olah tertinggal. Padahal desa merupakan komunitas yang paling mudah beradaptasi dengan zaman, alam, dan manusianya. Buku Sambatan: Pringamba Setiap Hari menguatkan keyakinanku akan hal itu.

Buku Sambatan merupakan jurnal foto dan cerita warga Dusun Pringamba di Gunungkidul, Yogyakarta. Ditulis oleh Rohmat Gilang Rosady, sebagai upaya mengarsipkan, menghargai budaya, dan pengetahuan lokal desanya. Berisi 231 halaman dan 215 foto yang memotret kehidupan sehari-hari warga dusun. Terbagi dalam sub-cerita: sumbêr, lêmah, pangupajiwa, sambatan, gugur-gunung, réwang, kêmpalan, riyaya, pitulasan, réyog, dan sumilir.

Keterkaitan Manusia dan Alam

Pengetahuan lokal yang diturun-temurunkan oleh leluhur mengajarkan banyak hal. Tentang alam yang selalu memberi, manusia yang mudah beradaptasi serta bagaimana alam, dan manusia saling berinteraksi. Keterkaitan manusia dan alam menjadi tema utama buku ini.

Bab Sumbêr yang menjadi pembuka cerita, berkisah tentang peran mata air bagi warga dusun. Ada tiga mata air utama di dusun Pringamba: Sumbêr nDurén, Bêlik Lor Omah, dan Sumur nDlisêm. Pada masa lalu, ketiganya menjadi pusat aktivitas mandi, cuci, dan air minum warga. Meski kini jarang digunakan lagi, sebagai sumber mata air tertua, Sumbêr nDurén selalu dibersihkan pada acara rasul. Acara tahunan ini merupakan wujud rasa syukur dan penghormatan pada jasa mata air.

Penghormatan pada alam juga ditunjukkan dalam tradisi jual beli lêmah atau tanah. Tanah dianggap titipan nenek moyang yang harus dirawat untuk kemudian diwariskan lagi. Oleh karenanya, prosesi menjual tanah selalu diawali dengan menawarkan pada satu garis keturunan atau trah, dimulai dari saudara terdekat hingga jauh.

Baca Juga Memaknai Hari Raya dalam Tradisi Orang Madura

Kekayaan Pengetahuan Lokal

Membaca buku ini seperti melihat dan mendengar cerita kehidupan warga desa, langsung dari mereka yang tinggal di sana. Kamu akan dengan mudah merasakan bagaimana manusia di sana digerakkan oleh hati untuk saling turun tangan dan berbagi. Melalui kêmpalan, sambatan nggotong omah, réwang, hingga merayakan tradisi. Semua peran warga desa penting. Para petani yang menggarap sawah dan tegalan untuk kebutuhan pangan. Pak Ratno, seorang sopir truk yang mengantar rombongan petani untuk menjual hasil tani ke pasar setiap pasaran legi. Ibu-ibu yang telaten membuat manggléng, gawé gula jawa, dan gawé dhawêt.

Buku ini tidak sesederhana kelihatannya, atau tagline “cerita kehidupan warga dusun biasa”. Semakin dibaca, semakin kamu tahu betapa kaya pengetahuan lokal warganya. Banyak istilah-istilah dalam bahasa lokal yang dijelaskan begitu runut. Misalnya, bagaimana awal mula mata air di desa, perubahannya, peristiwanya, dan bagaimana warga desa meresponnya.

ndésa itu kaya akan keilmuan. Segala macam aktivitas masyarakat desa selalu dikaitkan dengan ilmu, baik ilmu tutur turun-temurun maupun ilmu baru. Salah satu kelimuan yang paling jamak digunakan oleh masyarakta desa adalah ngélmu (ilmu) titén. Pengetahuan yang tercipta berdasarkan pengalaman empiris, dan kepekaan terhadap sebab-akibat segala sesuatu yang dekat dengan kehidupan masyarakat desa.”

(Rosady, 2025:140).

Seorang Perempuan, Istri dan Ibu Purnawaktu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!