Ruang Kata & Rasa

(tidak) Menjadi Perempuan yang diharapkan Banyak Orang – (Bagian satu)

Sampai kapan seorang perempuan akan lepas dari ekspektasi orang lain selain dirinya? Bagaimana jika kemudian ia memilih menjadi perempuan yang tidak diharapkan banyak orang?

Masih dalam perut ibu, janin itu telah dititipi harapan-harapan. Oleh ibu, bapak, nenek, kakek, dan keluarga besarnya. Harapan itu menjadi semakin besar ketika memasuki usia kehamilan 4 bulan, mana kala keluarga menggelar acara empat bulanan lalu menjadi tujuh bulanan. Serangkaian tradisi dilakoni semata demi keselamatan bayi. Doa-doa dipanjatkan agar kelak si bayi menjadi sebaik-baiknya manusia. Kali ini, tidak hanya keluarganya saja yang berharap tetapi juga tetangga dan orang-orang yang hadir di acara itu.

Ketika ia lahir, pengharapan berikutnya melalui pemberian nama. Orang tua bersusah payah mencari nama terbaik, dari berbagai suku kata dari berbagai bahasa. Tak cukup sampai di situ, acara pemberian nama pun digelar untuk menegaskan kembali makna dan harapan dibalik pemberian nama.

Persinggungan pertama kali si anak manusia dengan dunia pun di mulai. Di mulai ketika namanya dipanggil, diajarkan bagaimana membuat mimik muka bahagia, sedih, menangis, tertawa. Semua tulus dilakukan sebagaiamana ia rasakan. Ia lalu mengenal berbagai emosi dan sebuah pertanggungjawaban dari setiap emosi yang ditampakkan. Setiap momen penting dari perubahan dirinya dan setiap pertambahan usia, dirayakan. Masih dengan doa dan pengharapan sebagai pamungkas acara.

Tahun-tahun bergerak, usia bertambah membentuknya menjadi makhluk sosial. Mengenal lebih banyak manusia, bersinggungan dengan berbagai rupa, mencecap beragam rasa. Semakin Ia tumbuh, terasa makin jauh dari apa yang diharapkan.

Setiap apa yang Ia lakukan, hal-hal yang dijadikan standar terus mengikuti. Jika sewaktu-waktu ia memilih tak sama, maka bersiaplah ia diberi stigma. Maka Ia menjadi lebih pandai mencari pembenaran atas apa yang diyakininya. Makin pandai memanipulasi kata dan rasa.

Saat jalannya tiba di persimpangan, ia terdiam lama. Menimbang dua beban di pundaknya: mana yang lebih berat untuk terus dibawa atau ditinggalkan? Perlukah memenuhi harapan orang selain dirinya?

(Bagian satu, selesai)

Komentar Dinonaktifkan pada (tidak) Menjadi Perempuan yang diharapkan Banyak Orang – (Bagian satu)

Seorang Perempuan, Istri dan Ibu Purnawaktu

error: Content is protected !!