Buku Lihat Rambutku: Bermain dan Berkreasi di Kebun Singkong – Penerbit Litara
Masa kanak-kanak adalah masa bertualang yang menyenangkan. Hal sederhana bisa menjadi sesuatu yang luar biasa karena dari itu mereka belajar banyak hal. Apalagi bagi anak-anak yang tinggal di desa atau kampung dengan segala kekayaan alam yang melimpah. Rasanya hampir setiap hal bisa dijadikan medium untuk belajar dan mengekplorasi dirinya. Penerbit Litara mengangkat gagasan itu menjadi buku Lihat Rambutku.
Buku Lihat Rambutku mengangkat kisah seorang anak perempuan di sebuah desa di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara. Sebuah desa adat dengan latar belakang bukit dengan area perkebunan singkong yang cukup luas. Suatu ketika tibalah masa panen singkong. Sang mama bersiap untuk pergi ke kebun dengan caping dan anjatnya. Anjat merupakan tas anyaman rotan/daun pandan yang dikaitkan di punggung. Si anak perempuan tertarik untuk ikut dan membantu mama memanen singkong. Rupanya memanen singkong tidak semudah perkiraannya. Mencabut pohon singkong yang tinggi membuatnya jatuh berkali-kali.
Si anak perempuan tidak bisa membantu mama memanen singkong tetapi ia masih bisa memetik daun singkong untuk dimasak nanti. Saat memetik daun singkong itulah ia melihat sekelompok anak sedang berkreasi dengan rambutnya. Mereka melilit rambutnya dengan tangkai kecil daun singkong. Ia pun tertarik melakukan hal yang sama. Apakah dia berhasil membuat rambutnya menjadi keriting?
Nostalgia Masa Kanak-kanak
Ketika berjumpa pertama kali dengan buku ini di Pameran Buku Patjarmerah, aku langsung terkenang masa kanak-kanakku. Sebagai anak desa, bermain di sawah atau ladang adalah hal yang biasa. Sebagaimana anak perempuan ini, aku pun selalu ikut ibu/mbahku ke sawah. Menemukan hal baru yang bisa dijadikan mainan. Termasuk si daun singkong ini. Oleh ibuku, aku diajari membuat hiasan leher atau tangan dengan daun singkong. Sedikit berbeda untuk melilit rambut, biasanya anak-anak di desaku menggunakan tangkai daun waru.
Baca juga Madu Untuk Raden Sagara: Mengenal Asal Usul Pulau Madura dan Besar Kasih Ibu
Tentu saja ketika membaca buku ini aku jadi mengingat keseruan ketika rambut dililit di antara tangkai daun. Kemudian bersabar menunggu agar hasilnya seperti yang diharapkan. Rambut yang semula lurus pun berubah menjadi keriting. Cukup bernostalgianya, kembali ke buku.
Buku ini mengambil latar kehidupan anak-anak di sebuah desa di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara. Hal ini dikarenakan buku ini hasil lokakarya kerjasama Yayasan Litara, INOVASI dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tana Tidung. Penulisnya, Asdiana pun asli kelahiran Tideng Pale, yang kini juga mengajar di SDN Tana Tidung. Makanya ada beberapa unsur kebudayaan Suku Tidung seperti motif khas pada sarung dan anjat.
Ceritanya sederhana dan sedikit kalimat, namun diperkaya dengan ilustrasi yang cantik dan cukup detail. Karakter anak perempuan yang dibuat oleh ilustrator Hanny Juwita gemas sekali. Anak perempuan dengan pipi gembil yang selalu ingin tahu, usil dan ingin mencoba berbagai hal.
2 Komentar
Ping Balik:
Ping Balik: