perempuan pekerja
Cerita Embuk

Cerita Perempuan Pekerja Menjadi Ibu yang Bekerja

Semasa tinggal, kuliah & bekerja di Jakarta, terbiasa berkejaran dengan waktu. Mulai dari sebelum tidur, menyetel alarm, lalu bangun-mandi-berpakaian-sarapan dengan tergesa. Jika waktu sedikit luang, bergegas menyetop angkot menuju halte busway. Jika waktu terlalu sempit dan berisiko telat, ojek online adalah solusi paling tepat. Di halte busway, tak serta merta bisa langsung duduk manis. Ada antrian di pintu akses masuk halte, pun di pintu masuk bus. Jangan berharap bisa duduk manis atau melanjutkan tidur selama perjalanan, sebab kamu akan berebut hal yang sama dengan penumpang lainnya. Malahan, sungguh beruntung jika kamu bisa menyisipkan tubuhmu di antara jejalan penumpang yang lain. Jika tidak, silakan bersabar menunggu bus berikutnya dengan risiko telat sampai di kantor.

Setelah memutuskan pindah dari Jakarta untuk menikah, ternyata kesempatan bekerja masih aku terima. Kantor memberikan pilihan untuk pindah ke kantor cabang Surabaya. Masih menjalani rutinitas yang sama. Bangun pagi dengan tergesa, bersiap-siap dan tancap gas menuju stasiun sebelum ketinggalan kereta. Ya, di tempat tinggal aku dan suami, satu-satunya kendaraan umum yang bisa diakses cepat dan nyaman cuma kereta api. Meski lalu lintas tak sepadat Jakarta, jarak tempuh dari tempat tinggal dan kantor juga menyita waktu yang tak sedikit. Aku masih berangkat kerja dari jam 5 pagi, pulang sampai rumah jam 8 malam. Masih menghabiskan banyak waktu di jalanan.

Kerja dari Rumah (WFH)

Pandemi Covid-19 sepenuhnya mengubah peraturan pekerjaan, salah satunya mulai Work from Home (WFH). Hal ini menjadi keuntungan besar bagiku, memangkas sepenuhnya waktu perjalanan. Rasanya lebih punya waktu lebih untuk diri sendiri dan pasangan. Jam kerja tetap sama, pukul 8-5 sore. Waktu luang sebelum dan setelahnya banyak aku manfaatkan untuk memulai hobi baru, dan kebetulan mendatangkan keuntungan.

Terlebih saat putriku lahir. Ketika masa cuti melahirkan tiga bulan selesai, aku memutuskan untuk tetap bekerja. Alhamdulillah kantorku masih menerapkan bekerja dari rumah sehingga aku masih bisa bekerja sambil ngemong. Setelah melewati masa cuti dengan bala bantuan keluarga, aku, anak bayi dan suami kembali ke tempat rantau. Melanjutkan perjalanan kami dengan personil baru.

Sehari, seminggu, sebulan lalu menjadi berbulan-bulan, nyatanya bekerja sambil ngemong, lebih tepatnya mengurus anak tak sesederhana yang kami kira, hehe. Aku dan suami sepakat untuk berbagi tugas, mulai dari pekerjaan rumah, nemenin main, gantian begadang dan hal lain yang bisa dikerjakan bergantian. Ketika memutuskan kembali bekerja di tempat rantau, aku tahu risiko yang ku hadapi tak hanya keribetan mengatur pekerjaan rumah dan pekerjaan kantor, tetapi mengatur fisik dan mental agar tetap waras. Membagi waktu sebagai istri plus ibu plus pekerja. Menjadi yang paling pertama bangun, sudah harus bersiap memasak, menyiapkan segala tetek bengek.

Kembali Bekerja di Kantor

Sampai tiba saatnya manajemen perusahaan memutuskan kembali bekerja di kantor. Jujur saja, stres sekali saat itu. Aku punya waktu seminggu untuk bersiap ngantor. Hal pertama yang aku siapkan tentu mentalku. Aku memutuskan untuk tetap bekerja. Artinya, aku harus kembali tinggal di rumah Ibuku, yang lebih dekat dengan kantor. Anakku pun ada yang menjaga dan merawatnya selama aku bekerja. Aku dan suami pun terpaksa terpisah tempat tinggal. Dia di Malang, aku di Madura. Berat banget rasanya, mengingat ini pertama kalinya kami hidup terpisah jarak. Tetapi tetap harus ada yang direlakan. Waktu bersama 24 jam berganti menjadi akhir pekan. Itu waktu kami bersama yang tidak ingin kami sia-siakan. Semua ini kami lakukan untuk anak kami.

Lelah menjalani itu semua? Tentu saja. Namun selalu ada hal-hal yang terus menyulut semangat untuk tetap menjalani rutinitas di setiap pagi, di setiap harinya. Bukan melulu soal uang atau eksistensi diri, ada hal yang lebih bermakna dari itu.

Seorang Perempuan, Istri dan Ibu Purnawaktu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!