nomaden coffee
Cerita Embuk

Memilih Tidak Nomaden di Nomaden Coffee Malang

Saya penikmat baru dalam jagad perkopian. Sebagai orang baru, cara saya berkenalan dengan minuman ini adalah dengan membeli minuman kopi yang sudah dimodifikasi penyajiannya. Misal latte, affogato, atau es kopi susu gula aren. Hal ini saya lakukan untuk penyesuaian rasa ketika dicecap maupun dicerna. Setelahnya, barulah saya mulai berani mendekati Espresso, inti dari semesta minuman kopi.

Menikmati kopi saat ini sangat berbeda dengan menikmati kopi sepuluh tahun silam. Dulu, kopi yang saya tahu tak lebih dari minuman orang tua. Hanya laki-laki pula yang menikmatinya. Entah dari seduh yang dibuat istri atau penjual di warung kopi. Kopi pun jadi jamuan wajib ketika tamu datang berkunjung dan tentu saja peruntukannya hanya untuk kaum lelaki. Sedang untuk perempuan, cukup teh atau wedang.

Jaman kiwari, berbeda sekali. Kopi dimodifikasi agar bisa dinikmati oleh semua kalangan. Tidak hanya pada olahan tetapi juga penyajiannya. Pada olahannya, seduhan kopi disesuaikan dengan kemampuan merasai pembelinya. Seperti pada pilihan jenis kopi dan campurannya. Harga pun ikut menyesuaikan karena menyasar semua kalangan sehingga bisa dinikmati oleh siapapun. Lebih spesial lagi, pasar memahami bahwa minum kopi bukan lagi sekadar untuk pengusir dingin dan kantuk. Minum kopi telah menjadi bagian dari gaya hidup dan mulai dinikmati sebagai minuman pilihan saat nongkrong. Maka penyajian dan menciptakan ruang untuk menikmatinya tak kalah penting.

Budaya minum kopi bergeser, dari yang biasanya diseruput orang tua, dominasi laki-laki dan kalangan tertentu, sekarang dapat dinikmati oleh siapapun. Oleh karenanya, kedai kopi mulai menjamur hampir di setiap titik ramai kota. Salah satunya di Kota Malang.

Seribu Kedai Kopi di Kota Malang

nomaden coffee

Menyebut seribu kedai kopi mungkin terdengar berlebihan. Tetapi cobalah jelajahi sendiri, hampir di setiap 500 meter (atau mungkin kurang dari 500 meter) kamu akan menemukan olahan minuman kopi. Baik itu berupa warung kopi pinggir jalan, ala kaki lima atau Mopi (mobile kopi), kedai hanya dengan beberapa kursi dan meja kecil, Cafe dengan interior khasnya hingga restoran dengan signature drink-nya kopi.

Saking banyaknya, terkadang bingung menentukan pilihan. Yang jadi pertimbangan saya, tentu soal rasa. Seramai apapun pengunjungnya, seunik apapun penyajiannya, dan sebagus apapun kedainya, kalau tidak diimbangi dengan rasanya, ya sama aja bohong. Apalagi bagi saya yang awam soal perkopian. Tetapi beruntungnya suami paham selera saya dan kopi apa yang enak serta sesuai dengan lidah saya. Setelah icip-icip sana- sini, berpindah dari satu kedai ke kedai yang lain, dia mengajak saya ke kedai kopi langganannya. Nomaden Coffee.

Nomaden Coffee adalah merek kopi lokal asal Malang yang menyediakan varian seduhan kopi maupun non-kopi. Persinggahan pertama saya di kedai yang berlokasi di area Pasar Tawangmangu, menyusul ke dua di Distric Coffee, Kayu Tangan. Kini Nomaden Coffee juga bisa dikunjungi di lokasi teranyarnya di kawasan Pasar Pintar Joyo Agung.

Kebetulan Suami kenal dengan pemiliknya, darinya aku tau bagaimana si pemilik, Mas Satya merintis bisnis kopinya. Dari yang awalnya jualan keliling dengan sepeda, menjajakan dari satu tempat ke tempat yang lain, kini sudah ada dua kedai kopi yang tidak lagi berpindah-pindah (nomaden).

Seorang Perempuan, Istri dan Ibu Purnawaktu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!