tanah tegalan
Cerita Embuk

Nembhârâ’: Memulai Musim Hujan di Tanah Tegalan

Ojhân è tana tegghâlân dhâddhi arebbhân, musim hujan di tanah tegalan adalah harapan. Tetesan air hujan menyapa tanah yang rekah dan kering. Aromanya menguar, memberi kabar gembira bagi siapapun yang hidup dan tumbuh di atas, juga di bawahnya. Pepohonan yang meranggas mulai tumbuh tunas, adapula yang bersiap berbunga dan berbuah. Sumber mata air dan anak-anak sungai kembali terisi. Nembhârâ’ (musim hujan) menjadi waktu yang paling ditunggu petani di tanah tegalan, Pulau Madura.

Hampir sebagian besar sawah atau ladang di tanah tegalan sangat bergantung pada air hujan atau dikenal dengan istilah sawah tadah hujan. Ketergantungan pada curah hujan ini karena tidak ada sistem irigasi dan sumber mata air yang cukup untuk mengairi lahan. Maka ketika musim hujan datang, para petani bersiap memulai musim tanam.

Di kampungku, kawasan persawahan masih mendominasi sebagian besar area kampung. Tepatnya di sisi utara, timur, dan sebagian kecil di sisi barat. Sebetulnya ada sumber mata air yang mengalir lewat anak sungai dan membelah area persawahan. Sayangnya sumber mata air ini kecil dan kerap menyusut saat kemarau sehingga tidak cukup untuk mengairi keseluruhan area sawah.

Masa tanam padi dimulai dengan beberapa tahapan yang panjang dan kompleks. Membutuhkan banyak waktu, tenaga kerja, dan modal. Oleh karenanya ketika musim hujan datang, para petani dan peladang berlekas-lekas menggarap tanahnya.

Seorang Perempuan, Istri dan Ibu Purnawaktu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!