newborn baby breastfeeding
Cerita Embuk

Perjalanan MengASIhi: Menyusui Lebih Dari Sekadar Memberikan Hak Anak

Perjalanan menjadi seorang Ibu tidak dimulai ketika bayimu lahir, tetapi jauh sebelum itu. Ketika testpack bergaris dua, mual dan muntah, mood yang sering berubah dan hal lain yang menandakan janinmu sedang tumbuh dalam rahim. Sejatinya kamu sudah menjadi Ibu karena telah memenuhi kebutuhan janinmu, merawatnya dan tumbuh membersamainya. Saat itu juga kamu belajar dan mempersiapkan diri untuk menjadi Ibu yang layak ketika Ia lahir nanti. Termasuk belajar mengASIhi atau menyusui.

MengASIhi atau menyusui adalah sumber asupan nutrisi utama bagi bayi baru lahir hingga Ia berusia enam bulan (ASI ekslusif). Organisasi Kesehatan Dunia WHO juga menganjurkan untuk menyusui hingga dua tahun. Fase ini sangat penting karena periode emas perkembangan anak. Saking pentingnya harus benar-benar dipelajari dan dipahami saat kamu mulai hamil. Hal yang seharusnya aku lakukan dulu tetapi terlewatkan begitu saja. Dampaknya ketika anakku lahir, aku justru bingung karena di rumah sakit tidak ada praktik IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan tidak diajari pula bagaimana cara menyusui yang benar. Setelah itu pun, aku masih terpengaruh oleh mitos ini dan itu tentang menyusui.

Meski demikian, itu menjadi pengalaman yang berharga. Barangkali pengalaman-pengalaman ini bisa bermanfaat buat ibu baru lainnya.

Kolostrum keluar sebelum melahirkan

Memasuki usia kehamilan sembilan bulan, untuk pertama kalinya aku merasakan ada rembesan di baju bagian depan. Saat aku cek, rembesan itu berasal dari payudara. Aku masih merasa asing karena setahuku ASI itu berwarna putih susu. Rembesan itu berwarna kekuningan dan agak lengket. Sempat panik dan memberitahu suami. Pada akhirnya melalui bantuan Google kami dapat mengidentifikasi bahwa cairan itu kolostrum.

Mengutip Hai Bunda, kolostrum merupakan cairan yang mengandung berbagai macam antibodi, termasuk immunoglobulin A (IgA). IgA membantu melindungi bayi dari infeksi dan membantu bayi untuk membentuk sistem imun tubuh. Kolostrum yang keluar saat hamil menandakan payudara sudah siap memberikan ASI. Kolostrum menjadi makanan pertama bayi sebelum ASI.

Jika kolostrum keluar sebelum bayi lahir, gunakan breastpad agar tidak bocor ke baju. Jika rembesannya cukup banyak, diperah saja dan disimpan agar nanti bisa diberikan saat bayi lahir.

Produksi ASI sedikit

Seringkali bayi baru lahir yang menangis dianggap lapar karena produksi ASI ibunya sedikit atau karena payudara Ibunya kecil. Padahal belum tentu benar loh. Pada bayi baru lahir, kebutuhan ASInya memang sedikit karena menyesuaikan dengan lambungnya yang kecil. Kira-kira dibutuhkan sekitar kurang lebih satu sendok teh atau 15-60ml dari hari pertama lahir hingga hari ke tujuh. Pada bulan pertamanya, bayi menyusu sebanyak 8-12 kali per hari. Ukuran payudara juga tidak menjadi patokan melimpah atau kurangnya produksi ASI. Seiring bertambahnya usia bayi, produksi ASI juga akan bertambah.

Pada awal kelahiran anakku, aku sempat beranggapan produksi ASI ku sedikit sekali. Jika dipompa, hanya ada di kisaran 20ml dari ke dua payudara. Akhirnya sibuk minum booster ASI, mulai dari yang murah hingga mahal. Nyatanya tidak terlalu ngefek. Patokanku selalu pada jumlah ml yang dihasilkan pompa ASI. Aku tak pernah tahu kebutuhan dan tanda kecukupan ASI bayi sehingga selalu beranggapan produksi ASI sedikit.

Lebih baik telat dan segera mengejar keterlambatan, itu yang akhirnya aku lakukan. Aku cari tahu dari berbagai sumber tulisan di beberapa media, termasuk Instagram. Bertemulah aku dengan beberapa akun konselor laktasi (@anisyacahya, @stephanieking). Dari situlah aku tahu ada istilah, supply and demand ASI. Supply dan demand ASI diartikan sebagai semakin sering bayi menyusu, semakin banyak ASI yang akan dihasilkan oleh ibu. Jadi, setiap kali ASI dikeluarkan dari payudara ibu, baik dengan menyusui atau pumping (perah dengan tangan atau alat bantu), ASI yang dihasilkan pun akan lebih banyak.

Aku coba terapkan, karena selain menyusui langsung, aku juga pumping untuk persiapan bekerja. Pada awalnya hasilnya memang sedikit, namun karena konsisten, alhamdulillah mulai banyak. Perlahan bisa isi stok ASIP di kulkas. Hingga saat tulisan ini dibuat, anakku berusia 15 bulan, alhamdulillah masih bisa memenuhi kebutuhan ASInya. Bismillah bisa lulus hingga Ia berusia dua tahun.

Perlekatan menyusui yang benar

Pengalaman menyusui adalah pengalaman baru (lagi) bagi tubuh perempuan. Ada banyak penyesuaian yang memang harus sabar pada prosesnya. Sebagaimana pengalaman tubuh perempuan ketika pertama kali menstruasi, hamil, bahkan ketika melahirkan. Pada awalnya tidak terbiasa, namun tetap mencoba beradaptasi. Pada akhirnya mulai bisa memahami dan menemukan cara sendiri untuk menyesuaikan dan merasa nyaman. Begitu pun saat menyusui.

Setelah paham mengenai supply and demand, yang tak kalah penting adalah perlekatan menyusui yang benar. Karena sayang banget jika produksi ASInya melimpah tetapi bermasalah karena perlekatan yang tidak tepat. Kesalahan memposisikan dan melekatkan bayi tidak hanya mengganggu proses menyusui bayi tetapi berisiko puting ibu menjadi lecet. Posisi dan perlekatan yang tepat akan membuatmu dan bayimu nyaman. Lalu koneksi ajaib itu akan membuatmu semakin jatuh cinta padanya. Pandangan matanya, sentuhan tangan mungilnya dan sesap lembut bibirnya.

Kesalahan perlekatan sempat aku alami, akibatnya tidak hanya puting yang lecet tetapi sempat mastitis karena ASI tidak terserap sepenuhnya oleh bayiku. Aku menulis pengalaman mastitis di tulisan ini Pengalaman Dua Kali Mastitis Saat Menyusui Hingga Sembuh

Berdaya dan Percaya Kamu Bisa

Aku pernah menulis di Instagram soal komentar orang lain tentang kenapa aku tidak memberikan sufor (susu formula) kepada anakku. Di kampungku, sufor adalah segalanya, bahkan dianggap lebih baik dari ASI. Bukannya anti sufor, tetapi aku lebih suka edukasi yang tepat bagi ibu yang memilih sufor dibandingkan ASI. Sufor bukan satu-satunya jalan keluar bagi ibu yang memiliki masalah menyusui. Karena aku punya pengalaman itu.

Sejak awal, aku memang bersikeras agar bayiku bisa mendapatkan ASI ekslusif. Makanya sempat stres saat bulan pertama kelahirannya ASIku sedikit. Apalagi bayiku pernah dirawat karena hiperbilirubin, artinya kebutuhan ASInya harus tercukupi. Jujur saja, sedih sekali rasanya saat itu. Timbul perasaan bahwa aku adalah ibu yang gagal. Capek berusaha, capek ngeluh, capek nangis. Capek banget pokoknya.

Bayi Kuning, Jangan Asal Dijemur! Cek Dulu Kadar Bilirubinnya Sebelum Terlambat

Nyerah dan lanjut dengan sufor? Enggak! Baru kali ini aku suka dengan sifat keras kepalaku sebab aku masih keukeuh untuk tetap memberikan ASI kepada anakku. Segala booster dicoba (asifit, mom uung, dll), beberapa alat pumping dibeli (mulai dari yang manual-elektrik-handsfree), makan makanan bergizi, bahkan rutin dipijat oksitosin oleh suami. Prosesnya memang melelahkan, hasilnya tidak langsung instan. Terlebih saat anak mulai MPASI, penyesuaian lagi. Berat Badan anak masih pelit naiknya, dokter anak sempat mengevaluasi, jika bulan depan BBnya stuck, akan direkomendasikan sufor. Alhamdulillah BB masih bisa dikejar seiring bertambahnya produksi ASI.

Perjalananku tentu saja berbeda dengan ibu lain. Banyak hal yang melatarbelakangi penggunaan sufor. Ada yang memang direkomendasikan oleh dokter anak karena mempertimbangkan beberapa hal. Namun ada juga yang menggunakan sufor atas inisiatif sendiri atau dorongan orang lain. Tak ada yang bisa disalahkan, karena aku yakin setiap ibu melewati proses yang cukup panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk menggunakan sufor. Sama halnya seperti aku yang melewati proses panjang untuk tetap memperjuangkan ASI.

Seorang Perempuan, Istri dan Ibu Purnawaktu

Satu Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!