Review Buku Ayahku Seorang Nelayan – Penerbit HuMi
Setelah dibuat jatuh cinta sama buku Dik Buto Makan Rembulan, kali ini pun sama dengan buku Ayahku Seorang Nelayan. Komitmen Penerbit HuMi untuk menyediakan buku yang dapat dinikmati dan menghubungkan Teman Kecil dan Pembaca Dewasa terbukti dengan buku ke duanya ini. Buku yang tak bosan dibaca untukku dan dibacakan ke anakku.
Buku Ayahku Seorang Nelayan merekam kisah seorang anak laki-laki dan ayahnya di sebuah pulau kecil. Hidup berdua, membuat anak dan ayah ini saling bergantung. Sebelum berangkat melaut, sang ayah menyiapkan sarapan pagi. Sang anak lalu turut ke pantai, melepas ayahnya di antara biru air laut. Sang anak sangat mengagumi ayahnya, seorang nelayan gigih, pemberani dan petualang. Petualangannya di laut lepas memberinya lebih dari sekadar tangkapan tetapi pelajaran. Tentang laut yang tenang, luas namun juga liar dan buas.
Cerita diambil dari sudut pandang sang anak yang memiliki kekaguman pada sosok ayahnya. Seorang laki-laki tangguh yang berprofesi sebagai nelayan. Profesi yang kerap dikerdilkan, seolah tidak layak dicita-citakan. Padahal perannya sama besarnya dengan profesi lainnya. Tetapi sang anak tetap mengaguminya, sebab ia tahu betapa keras ayahnya bekerja dan mencintai pekerjaannya. Meski nyawa menjadi taruhan di setiap harinya. Pada akhirnya, si anak pun ingin menjadi nelayan hebat seperti ayahnya.
Bertualang di Lautan Lepas
Buku ini terasa begitu istimewa karena mengeksplorasi hubungan anak dan ayah melalui ekspresi dan gestur tokohnya. Hubungan istimewa yang jarang sekali diangkat dalam buku cerita anak. Pembaca dapat menerjemahkan sendiri apa yang dirasa si tokoh di setiap squene-nya. Tak banyak kalimat yang tertulis, tetapi banyak makna yang bisa pembaca temukan pada setiap gambar. Sehingga pembaca akan punya versinya masing-masing bagaimana memaknai buku ini. Hal itu juga berlaku pada elemen-elemen gambar yang lain seperti pulau kecil yang menjadi prolog, pohon kelapa, laut dan badainya.
Baca juga buku lainnya dari Penerbit HuMi Dik Buto Makan Rembulan
Pembaca juga diajak bertualang, mengenal profesi nelayan tradisional tentang dunia kerjanya. Berperahu kecil, dengan mesin dan dayungnya. Cara menangkap ikannya pun masih sangat sederhana: melempar tonda atau senar panjang yang ujungnya dikaitkan kail dan umpan. Teknik pancing tonda ini digunakan oleh nelayan Pulau Keffing, Kepulauan Maluku yang menjadi latar cerita buku ini. Selain memancing, nelayan juga menangkap udang lobster yang habitatnya berada di antara terumbu karang. Artinya, nelayan harus memiliki kemampuan menyelam yang andal karena hanya mengandalkan kaca mata renang. Cara tradisional yang dilakukan oleh nelayan ini dapat menjaga ekosistem laut tetap lestari.
Beli Buku Ayahku Seorang Nelayan
Ini buku anak tetapi sangat relate dengan pembaca dewasa yang pernah menjadi anak-anak. Pembaca dewasa akan menemukan versi ayahnya masing-masing. Mungkin ayah sebagaimana mestinya, tetapi bisa juga ibu, kakek, kakak, pasangan atau siapapun yang begitu peduli padamu hingga memperjuangkan banyak hal untukmu.
Untuk pembaca dewasa, hati-hati hanyut dalam gambar minim kata tapi penuh emosi. Imajinasimu akan saling berlompatan: mencium aroma laut yang khas, desir angin menyentuh kulit dan rambutmu, bunyi ombak dan mesin perahu beradu, amis ikan segar, dan tawa anak-anak yang lepas. Bersiaplah kenangan masa kanak-kanakmu akan memenuhi kepala.
Buku ini ditulis dan diilustrasikan oleh Zunda. Dalam Zine Hei HuMi, Zunda menceritakan proses kreatifnya. Mulai dari latar belakangnya, kesan personalnya tentang sang ayah hingga diskusi dengan teman-teman dari keluarga nelayan untuk memperkaya karyanya. Buku ini mengajak kita untuk kembali mengingat pada kekayaan laut kita dan mengapresiasi profesi nelayan. Sebab laut memberi banyak penghidupan, bagi nelayan, pedagang ikan di pasar, hingga bagi pembeli.