Mangga dan Keanekaragaman Pangan Lokal Madura
Pernah mencoba nasi lauk mangga? Ya, nasi bukan ketan seperti kuliner yang populer saat ini, mango sticky rice. Mbahku adalah orangnya, ia suka sekali makan nasi dengan lauk mangga. Tentu bukan karena tak ada sumber protein, tetapi karena ia terbiasa mengolah dan menikmati dari apa yang ia tanam dan yang tumbuh di sekitar rumah. Sebagai seorang petani, Mbahku tidak hanya menanam padi sebagai sumber karbohidrat utama. Ia menanam pangan lokal lainnya seperti jagung (jhâgung), singkong (pohong), dan aneka ubi (obi(h)). Juga berbagai jenis pohon buah, salah satunya buah mangga.
Mangga dalam bahasa Madura memiliki dua bahasa yang berbeda dalam penyebutannya. Pertama, pakèl yang bermakna mangga muda. Kedua, pao yang bermakna mangga yang sudah matang. Varietas mangga Madura cukup banyak karena pohonnya yang mudah tumbuh dan beradaptasi di tanah tegalan dan cuaca panas Madura. Pohon mangga tumbuh di ladang, pematang sawah, halaman rumah atau di pinggir jalan. Ada jenis lasèng, betes, sèka’, golè’, maddhu, binè, tabâr, dan jenis lainnya. Saat musim mangga dan panen melimpah, mangga dijual dengan sistem tebbhâs atau borongan. Pembeli memborong mangga berdasarkan jumlah pohon.
Varian olahan mangga cukup banyak. Mangga muda diolah menjadi sambal pencit, pepes ikan, rujak buah atau rojhâk massa’. Rojhâk massa’ mirip rujak buah, bedanya bumbu dan buahnya dimasak/direbus bersamaan. Rojhâk massa’ dihidangkan untuk acara pelet kandung atau tujuh bulanan. Mangga yang matang dapat dinikmati langsung atau diolah menjadi kudapan dan minuman.
Pangan Lokal Madura
Dari satu jenis mangga saja, rasanya sulit untuk menyebut kalau kondisi pangan kita darurat. Ada banyak sumber pangan lokal di sekitar kita, tidak hanya nasi. Mengutip dari berbagai tulisan, pangan lokal merupakan makanan atau minuman yang dihasilkan dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan sumber daya dan kearifan lokal. Apa yang tumbuh di sekitar kita adalah sumber pangan kita. Ketika masa panen padi selesai lalu peralihan ke musim kemarau, orang Madura biasanya menanam palawija. Palawija merupakan tanaman selingan agar lahan sawah tetap produktif dan kebutuhan pangan tetap terpenuhi. Jenis palawijanya beragam, ada jagung, kacang tanah, kacang oto’, singkong, ketela, atau tanaman lain yang cocok untuk musim kemarau.
Tanah Madura dicap kurang produktif karena berupa tegalan. Namun ternyata memiliki banyak jenis buah lokal. Ada pisang (gheddhâng), srikaya (sarkajâ), kelengkeng (klèngkèng), pepaya (katès), jambu (jhâmbhu) atau buah-buahan yang tumbuh liar seperti ciplukan (yor-yoran), murbei (tamrin), dan rambusa.
Alam menyediakan lebih dari yang kita butuhkan. Menanam, merawat dan mewariskan pangan lokal pada anak-anak adalah cara kita untuk mandiri pada piring kita sendiri.